Pernahkah terlintas dalam benak anda, sosok seorang istri, alumni perguruan tinggi dan terlihat mumpuni. Namun setiap kalender menunjukkan tanggal ‘tua’ , bukan main resahnya sang istri. Lembar-lembar recehan ditangannya harus dihemat hingga awal bulan depan. Ia berpikir keras, bagaimana caranya agar dapur bisa tetap mengepul, namun detergen dan sabun mandi yang sudah habis harus terbeli. Teori ilmu gizi dan ilmu akuntansi yang ia pelajari sedari dini terpaksa disingkirkan dengan berat hati, karena toh kebutuhan tadi tak terbeli. Sungguh menyita pikiran ketika harus
bertahan hidup dari hari ke hari , di sisi lain juga harus ridho dengan pemberian suami.
Tapi rasa-rasanya, tidak satu dua orang saja yang merasakan seperti itu ya. Ratusan juta istri di negeri ini pun merasakan ‘kepahitan’ yang sama. Padahal para suami sudah banting tulang tenaga dan pikirannya, kalau yang tidak tahan ‘iman’, pasti berujung kepada percekcokan tak berujung. Ujung-ujungnya, ketuk palu di pengadilan agama. Karena banyak pemicu perceraian akibat persoalan keuangan dan ekonomi.
Nah, istri sejati tentu tidak akan seperti itu kan? Allah memberikan kita potensi akal salah satunya tentu saja agar para istri sejati memiliki seribu satu cara syar’i ketika menghadapi problema seperti ini. Inilah kenapa mengemban amanah menjadi seorang istri sungguh dimuliakan dihadapan Allah, apalagi jika bukan karena baktinya kepada suami. Yang mengharuskan sang istri sejati harus menjadi manajer sekaligus bendahara rumah tangga dalam satu waktu sekaligus, disisi lain ia pun harus menjadi partner dan supporter yang handal bagi suami ,serta pengasuh dan pendidik terbaik bagi anak-anaknya.
Berikut ini beberapa cara untuk menjadikan istri bijak dalam keuangan rumah tangga:
1). Lakukan pola hidup hemat di segala lini.
Menghemat air, listrik, gas, dan pulsa dengan menggunakannya seperlunya dan untuk yang penting-penting saja. Diantaranya matikan lemari es jika isinya tidak mencapai 50%. Pemanas nasi (magic com) tidak harus di colokkan 24 jam bukan? Segera cabut charger handphone atau laptop jika baterai sudah penuh. Menyalakan dispenser ketika hendak memerlukan air panas atau air dingin saja.Gunakan tadahan air hujan untuk keperluan yang bukan primer seperti untuk mencuci motor dan menyiram bunga tanpa harus menggunakan air PAM.
2). Buat catatan perkiraan rincian pengeluaran keluarga selama satu bulan lamanya.
Dalam hal ini, sang istri sejati tidak perlu harus pintar hitung-hitungan akuntansi. Yang penting jeli, disiplin dalam pengeluaran di sana-sini. Yang pertama-tama harus dilakukan adalah, sisihkan gaji suami terlebih dahulu untuk menabung dan infaq. Kenapa dua hal ini harus didahulukan? Karena menabung dapat digunakan sebagai dana penyimpanan/cadangan kelak ketika keluarga butuh pengeluaran urgen tak terduga, seperti biaya pengobatan anak yang harus dirawat dirumah sakit misalnya. Persentasenya bisa menyesuaikan kebutuhan dan anggaran. Dan infaq atau sedekah bermanfaat untuk menyucikan dan membersihkan harta kita. Ingatlah bahwa Allah menitipkan hak orang lain dalam setiap harta kita. Setelah itu, Rincikan pengeluaran regular seperti tagihan listrik perbulan, biaya pendidikan anak, transoprtasi perbulan, kemudian belanja beras dan sayur/lauk pauk perhari kira-kira berapa. Jumlahkan semuanya ,sesuaikan dengan pendapatan yang diperoleh. Sisihkan tiap-tiapnya dalam amplop tersendiri dan ingat, jangan di ganggu gugat untuk pengeluaran lain
3). Hilangkan belanja yang tidak penting.
Tegas kepada diri sendiri dan disiplinlah dalam berbelanja. Diantaranya menghilangkan konsumsi makanan yang tidak menunjang gizi keluarga dan hanya sebagai pelengkap. contohnya, cemilan , softdrink, junkfood, jajanan anak seperti permen ,snack, es krim , dll. Lebih baik perkuat nilai gizi makanan pokok yang biasanya dikonsumsi tiga kali sehari. Tidak harus mahal, yang penting bervariasi dan gizi terpenuhi. Termasuk dengan membuat bekal dari rumah bagi anak-anak, selain lebih terjamin gizi dan kebersihannya, juga mengurangi kebiasaan anak jajan makanan yang kurang thayyib.
4). Tundukkan selera .
Karena biasanya ‘badai’ pengeluaran membengkak ketika istri lebih mengikuti keinginan semata , mengikuti keinginan anak-anak untuk membeli mainan baru yang tidak berbeda dengan anak tetangganya, dan lain sebagainya. ini mungkin termasuk hal ‘berat’ bagi ibu-ibu. Pengaruh tetangga dan lingkungan memaksa kita menyesuaikan dengan selera mereka. Banyak provokasi belanja yang penuh jebakan yang dapat membengkakkan anggaran pengeluaran hingga besar pasak daripada tiang. Diskon besar-besaran yg ditawarkan supermarket tentu menggoyahkan hati. Arisan barang ini dan itu, kredit panci presto, barang elektronik, Tupperware, bahkan hingga fashion seperti kerudung, aksesoris, pakaian anak hingga kosmetik. Belajar mengalah untuk tidak terlalu memanjakan mata dengan barang-barang baru. Jika masih ada barang lama yg masih bisa digunakan kenapa harus beli yang baru? Karena istri sejati tidak akan mendasarkan pengelolaan belanjanya kepada standar masyarakat.
5). Berprinsip untuk mendahulukan kebutuhan daripada keinginan .
Artinya sang istri mengerti bahwa barang dan jasa dibeli hanya jika dibutuhkan. Kebutuhan pun dicermati lagi, mana yang mendesak dan mana yang tak dapat ditunda.
Nah, sudah siap menjadi istri sejati yang bijak berbelanja? Sehingga gaji suami yang ‘pas-pasan’ tidak bisa dijadikan alasan untuk menampakkan ekspresi kekecewaan. Ingat, suami adalah qowwam, bukan mesin pencetak uang. Jangan sampai sang istri mendapat laknat Allah karena menjadi lebih responsif dan baru memberikan penghormatan dan pelayanan terbaik ketika suami menyetor ‘gaji’ ke istri. Karena inilah fenomena yang terjadi pada banyak rumah tangga di tanggal-tanggal muda . Terutama bagi yang baru memasuki usia awal-awal pernikahan, banyak pasangan baru yang mengalami ketidakstabilan finansial. Wajar, karena yang biasanya mereka hidup dan membiayai diri sendiri, kini harus berbagi dengan sang belahan jiwa sehidup semati . Apalagi sangat tidak mudah hidup mengarungi lautan kehidupan bersama suami dan anak-anak ditengah deburan ombak kapitalis nan hedonis.
Begitulah, intinya, persoalan dapat membesar ketika terjadi pengelolaan yang tidak benar terhadap pendapatan suami. Jadi persoalan sesungguhnya itu adalah ada atau tidak adanya kemampuan menyusun prioritas belanja. Bukan besar kecilnya gaji suami. Toh, gaji suami itu rezeki dari Allah bukan? Istri harus ridha dengan rezeki dari Allah. Sehingga landasan berbelanja mesti karena iman. Lho, koq belanja bawa bawa si iman? lha, harus itu. Karena iman yang benar mendatangkan setiap konsekuensi dalam tiap perbuatan. Inilah yang menjadikan setiap pilihan dan perbuatan menjadi jelas. Tidak samar. Tidak nisbi. Tidak membingungkan. Tidak membebek dengan selera tetangga yang hobi berbelanja. Tidak menjadi budak iklan. Karena ada fiqh aulawiyat atau skala prioritas bermain disana. Wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Maka jika pilihan jatuh untuk membeli ini dan itu, kembalilah kepada hukum yang lima ini. Kaji, temukan dalilnya, lalu tentukan pilihan. Karena inilah salah satu bentuk ketundukan kepada Allah. Bayangkan, apabila dengan harta yang telah Allah berikan kepada kita ternyata seluruhnya habis untuk hal yang mubah saja, sementara kewajiban tidak terfasilitasi. Tentu kerugian bagi si pemilik harta. Karena kelak akan bertanggungjawab kepadaNya, mengapa kewajiban tak dijalankan padahal ia masih dalam kesanggupan.
Wallahualam bi’ shawwab…
0 komentar:
Posting Komentar